Senin, 10 September 2007

BEASISWA ADB-JAPAN

Asian Development Bank-Japan Scholarship Program
Funded by the Government of Japan

Qualified citizens of developing member countries of the Asian Development Bank (ADB), who intend to persue postgraduate studies in economics, management, science and technology, and other development-related fields are invented to apply for scholarships under the Asian Development Bank-Japan Scholarship Program. Upon successful completion of the graduate program, the scholars are expected to return to their countries and contribute to its socioeconomic development. Scholar-ships are awarded for graduate studies at designated institutions in courses of study approved by ADB. The Program especially welcomes qualified women applicants who have limited financial means to obtain university education.

The Scholarships
Level of Education: postgraduate (diploma, masters, and doctorate degrees)
Duration: from 1 to 2 years
Coverage: tuition fees, books, subsistence and housing allowance, insurance, economy airfare, and research subsidy

Academic Institutions
1. Australia-National Centre for Development Studies/Australian National University, University of Melbourne, University of Sydney
2. China, People’s Republic of-University of Hong Kong
3. India-Indian Institute of Technology, Delhi
4. Japan-International University of Japan, Nagoya University (Graduate School of International Development), Keio University (International Graduate Programs on Advanced Science and Technology), National Graduate Institute for Policy Studies, Ritsumeikan University (Master in Economics), Saitama University (Department of Civil and Environmental Engineering), University of Tokyo (Department of Civil Engineering, School of International Health, Institute of Environmental Studies, and Department of Urban Engineering)
5. New Zealand-University of Auckland
6. Pakistan-Lahore University of Management Sciences
7. Philippines-Asian Institute of Management, International Rice Research Institute/University of the Philippines in Los Banos
8. Singapore-National University of Singapore
9. Thailand-Asian Institute of Technology, Thammasat University
10. USA-East-West Center

Eligibility Requirements
Prospective applicants must:
1. be a citizen of an ADB developing member country
2. have at least 2 years work experience
3. have gained admission to an approved course in a designated institution
4. be proficient in oral and written English communication skills to be able to persue studies
5. be in good health
6. not more than 35 years old at the time of application. (Staff of ADB and the designated institutions and their close relatives are not eligible to apply)

Application Requirements
Applicants should obtain application forms from the designated institutions of their choice and submit the completed form and required documentation to the Institution. Applicants should indicate on the application form that they wish to be considered for an Asian Development Bank-Japan Scholarship. (ADB will select the scholars from among those admitted by the institutions. A separate application to ADB is not necessary) For further information, visit the ADB-JSP website. (www.adb.org/jsp)

Kompas, 4 Agustus 2007

Minggu, 09 September 2007

AMINEF SCHOOLARSHIP S1 and S2

Community College Summit Initiative Program (AMINEF)

This new international educational exchange program enables individuals from Indonesia to study at a community college in the United States to develop professional skills. Eligible fileds are Agriculture, Applied Engineering, Business Management and Administration; Health Professions, including Nursing; Information Technology, Media, and Tourism and Hospitality Management.

To apply to the program, candidates must:
1. Have completed a high school education and have a valid high school diploma;
2. be currently employed or have relevant work experience in the field in which they are applying;
3. have English language skills that provide a basis for enrolling in academic coursework following approximately 8 weeks of intensive English language study in the US;
4. submit a complete application (original one and two copies);
and
5. have an Institutional or Prediction TOEFL score of 500 or equivalent.
Note: Applicants with Bachelor’s degree are only eligible if they are applying in a field different from the field of their degree. Applicants with MA or PhD degrees are not eligible to participate.

The program will provide funding for round trip airface to the US; a living allowance during English language, academic, and practical training program components; tution cost; health insurance; and cultural enhancement activities.

Applications are available at the AMINEF offices or can also be downloaded from the AMINEF website www.aminef.or.id

Submission of Application
Please submit your application materials (original one and two copies) to:
AMINEF
Gedung Balai Pustaka Lt.6
Jl. Gunung Sahari Raya No.4 jakarta 10720
Telp. +6221 3452016-3452018 Fax. +6221 3452050

For additional information, contact
infofulbright@aminef.or.id
We do not accept email applications. Hard copies must be sent or delivered to AMINEF
Deadline: December 1, 2007

Source: kompas, Minggu 26 Agustus 2007

Selasa, 04 September 2007

Tips Memilih Perguruan Tinggi Swasta


Jumlah Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Indonesia kurang lebih 1465, tentu saja tidak semuanya memenuhi kriteria minat, biaya dan prospek yang sudah di tentukan oleh anda selaku calon mahasiswa. Awali dengan, coret PTS yang tidak memiliki program studi sesuai minat. Selanjutnya singkirkan PTS-PTS yang biaya kuliahnya terlalu mahal, atau terlalu jauh dari tempat tinggal anda sehingga biaya untuk kuliah di sana akan terlalu tinggi. Dengan demikian daftar yang anda miliki akan semakin pendek. Tetapi itupun mungkin masih cukup panjang sehingga memerlukan pendalaman lebih jauh. Faktor apa lagi yang perlu dilihat dari suatu perguruan tinggi untuk menentukan pilihan akhir anda?

Reputasi dan Prestise

Kalau harus memilih salah satu PTS tanpa melihat faktor-faktor internal lainnya, pertimbangan utama yang paling gampang digunakan adalah reputasi PTS tersebut. Reputasi di sini berarti PTS yang bersangkutan secara umum dikenal sebagai PTS yang baik, memiliki sarana belajar mengajar yang baik dengan fasilitas yang memadai. Lulusannya pun tidak kesulitan dalam mencari pekerjaan. Bahkan ada lulusan PTS yang menjadi rebutan perusahaan-perusahaan pemakainya.

Apakah tidak mungkin salah jika memilih PTS ini? Harus kita ingat, reputasi tidak datang dalam sekejap. Reputasi ini biasanya dibangun dengan kerja keras dan melalui proses yang panjang. Bisa di katakan bahwa anda berada on the safe side jika memilih salah satu dari PTS-PTS ini. Bukan berarti lalu anda berhenti di sini saja. Masih ada hal-hal lain yang harus anda cermati.

Status Akreditasi

Status akreditasi ini adalah salah satu faktor yang paling sering digunakan oleh PTS untuk mengiklankan dirinya. Tidak terlalu salah memang, karena hal itu menunjukkan mutu/kemampuan PTS dalam menyelenggarakan suatu program studi. Status ini didapat setelah diadakan penilaian tentang semua unsur yang diperlukan untuk itu, termasuk fasilitas pendidikan, nisbah dosen tetap dan mahasiswa, kurikulum pendidikan, dan banyak hal lainnya. Masalahnya, tidak semua orang memahami dengan jelas tentang status ini, dan tampaknya banyak PTS yang menyadari dan memanfaatkan ketidaktahuan tersebut.

Yang terutama adalah: status akreditasi diberikan kepada program studi di suatu PTS dan bukan kepada PTS yang bersangkutan. Jadi sebetulnya tidak ada istilah PTS yang disamakan. Yang benar adalah (satu atau lebih) program studi di PTS tersebut statusnya disamakan. Mungkin saja PTS tadi memiliki 3 program studi (misalnya A, B, dan C), masing-masing dengan jenjang S1 dan D3. Kalau program studi A jenjang D3 saja (satu dari enam) yang memperoleh status disamakan, apakah tepat kalau PTS tersebut mengatakan statusnya disamakan?

Yang perlu anda ketahui juga, status akreditasi ini menentukan kemandirian suatu program studi dalam melaksanakan proses belajar mengajar, misalnya ujian negara atau penerbitan ijazah. Suatu program studi (sekali lagi bukan PTS) yang sudah dinyatakan terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) berhak untuk menyelenggarakan sendiri semua kegiatannya. Artinya anda tidak lagi harus mengikuti ujian negara yang dilaksanakan oleh Kopertis, dan ijazah yang anda terima cukup disahkan oleh PTS tempat anda kuliah.

Sekali lagi, tanyakan dengan jelas status akreditasi program studi yang dipilih. Jangan percaya begitu saja dengan klaim yang dikeluarkan oleh suatu PTS tentang statusnya.

Jalur dan Jenjang Pendidikan

Berapa lama mau menghabiskan waktu di bangku kuliah? Secepatnya? Berapa cepat? Selain ditentukan oleh kemampuan, hal ini juga tergantung dari jalur/jenjang pendidikan yang diambil. Pendidikan tinggi di Indonesia mengenal dua jalur pendidikan, yaitu jalur akademik (jenjang sarjana) dan jalur profesional (jenjang diploma). Jalur akademik menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan, sedangkan jalur profesional menekankan pada penerapan keahlian tertentu.
Dalam kaitannya dengan waktu, jenjang sarjana membutuhkan waktu lebih lama (minimal 8 semester) dibandingkan dengan jenjang diploma (2 semester untuk D1 - 6 semester untuk D3). Hal ini tentu sangat berpengaruh pada biaya yang harus di sediakan. Banyak orang, yang karena keterbatasannya, lebih memilih jenjang diploma dengan harapan cepat lulus dan mendapat pekerjaan.

Perlu anda ketahui, jenjang diploma dirancang sebagai jenjang terminal. Artinya, lulusannya dipersiapkan untuk langsung memasuki dunia kerja, bukan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi (walaupun sekarang ada yang disebut program lintas jalur, dari diploma ke sarjana). Ini berbeda dengan jenjang sarjana, yang membuka kesempatan lulusannya untuk terus mengembangkan ilmunya.

Hal lain yang harus anda perhatikan adalah tingkat persaingan di pasar kerja. Kalau banyak tenaga sarjana yang tersedia, perusahaan akan lebih memprioritaskannya dibandingkan lulusan diploma.

Gelar dan Sebutan

Sesudah lulus akan mendapat ijazah dan salah satu dari ini: gelar akademis atau sebutan profesional. Yang pertama tentu tahu, Sarjana Ekonomi (SE), Sarjana Hukum (SH), dan gelar lainnya. Gelar akademis ini diberikan kepada mereka yang menyelesaikan pendidikan melalui jalur akademik (jenjang sarjana).

Lalu bagaimana kalau kita menyelesaikan pendidikan jalur profesional (jenjang diploma)? Bukan gelar akademis (Sarjana Muda, misalnya) yang kita dapatkan, melainkan sebutan profesional seperti Ahli Madya Komputer (AMd Komp). Sebutan ini mungkin belum terlalu memasyarakat, dan kadang-kadang dianggap kurang bergengsi. Banyak yang masih menggunakan (dan lebih menyukai) istilah D3-Komputer. Anda yang menentukan, gelar atau sebutan yang ingin anda tambahkan di belakang nama anda.

Fasilitas Pendidikan

Gedung megah dan ber-AC saja tidak cukup untuk menjamin berlangsungnya proses belajar mengajar yang baik. Bukan (hanya) itu yang dimaksud dengan fasilitas pendidikan. Fasilitas seperti laboratorium (komputer, akuntansi, bahasa, dan lain-lain), bengkel, studio dan perpustakaan sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan mahasiswa. Mereka tidak hanya dituntut untuk menguasai wawasan keilmuannya saja, tetapi juga bagaimana menerapkannya di lapangan. Apalagi untuk jalur pendidikan profesional yang lebih bersifat aplikatif dan menekankan pada ketrampilan.

Sekali lagi, jangan hanya tampilan fisik yang anda perhatikan. Boleh saja PTS memasang foto-foto gedungnya yang megah, laboratorium komputernya yang canggih. Tidak ada salahnya coba menanyakan, kapan mahasiswa berkesempatan untuk menggunakan fasilitas-fasilitas tersebut. Jangan-jangan hanya satu-dua kali per semester, atau hanya untuk mahasiswa tingkat akhir saja. Perhitungkan juga jumlah mahasiswa yang harus menggunakan fasilitas tersebut.

Kualitas dan Kuantitas Dosen

Perkembangan suatu PTS paling gampang dilihat dari jumlah mahasiswanya yang (selalu) bertambah. Ini sangat penting bagi PTS, karena mahasiswa adalah sumber utama (seringkali satu-satunya) pendapatan PTS. Dari merekalah PTS mencukupi kebutuhannya untuk membiayai operasional pendidikan, membangun gedung, menambah fasilitas pendidikan, termasuk membayar gaji dosen dan karyawannya. Oleh karena itulah ada kecenderungan PTS untuk menggali sebanyak mungkin potensi ini, baik secara kualitas (memperbesar uang gedung dan uang kuliah) maupun kuantitas (menerima sebanyak mungkin mahasiswa).

Pada sisi lain, bertambahnya mahasiswa menuntut ditambahnya jumlah dosen. Bukan hal yang mudah mendapatkan dosen dengan jumlah yang memadai, apalagi yang memenuhi kualitas yang dibutuhkan. Padahal Undang-Undang Pendidikan Tinggi mensyaratkan tercapainya nisbah (rasio) antara dosen tetap dan mahasiswa sebesar 1:30 untuk bidang studi IPS dan 1:25 untuk bidang studi IPA. Mungkin faktor dosen ini merupakan salah satu faktor paling sulit bagi suatu PTS, dan karenanya sering diabaikan atau direkayasa.

Pengabaian secara kuantitatif dilakukan dengan membebani dosen yang terbatas jumlahnya dengan beban mengajar yang besar, sehingga waktu dan tenaga dosen-dosen tersebut betul-betul tersita untuk itu. Seringkali hal ini dilakukan dengan mengabaikan aspek kualitas pengajarannya. Hampir tidak tersisa lagi waktu untuk melakukan penelitian atau pengabdian masyarakat yang merupakan pilar-pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Bisa juga suatu PTS memenuhi aspek kuantitas dosen tetap ini, tetapi dengan mengkompromikan kualitasnya. Misalnya dosen yang mengajar tidak sesuai dengan bidang ilmunya, tidak terpenuhinya kepangkatan akademik dalam pengajaran atau bimbingan tugas akhir, dan lain sebagainya.

Perekayasaan positif terjadi dengan penggunaan dosen-dosen tidak tetap. Biasanya dosen tidak tetap ini memenuhi persyaratan kelayakan mengajar, seperti latar belakang pendidikan, gelar dan kepangkatan akademis dan profesionalismenya. Masalahnya, dosen-dosen ini hanya menyediakan waktu yang terbatas kepada mahasiswa sesuai dengan status tidak tetapnya. Bagi PTS, mereka tidak bisa disertakan dalam penghitungan nisbah dosen tetap dan mahasiswa sehingga tidak berpengaruh dalam penentuan status akreditasi.

Yang paling memprihatinkan adalah jika terjadi perekayasaan negatif. Dalam hal ini PTS berusaha dengan segala macam cara untuk memenuhi nisbah tersebut. Misalnya PTS masih mencantumkan nama dosen yang sudah tidak lagi menjadi dosen tetap di sana, atau nama seseorang tercantum sebagai dosen tetap di lebih dari satu PTS. Contoh lain adalah dengan cara meminjam nama. Seseorang yang memenuhi kualifikasi akademis "diangkat" sebagai dosen tetap dengan mendaftarkannya secara resmi ke instansi yang berwenang. Artinya, secara administratif seluruh persyaratan sudah dipenuhi dan "dosen" tersebut juga menerima gaji dari PTS. Tetapi, keterlibatannya dalam kegiatan akademik hampir atau memang tidak ada sama sekali.

Sebelum mendaftar, cobalah untuk mencari tahu jumlah dosen tetap di PTS tersebut. Berapa orang yang bergelar S2, S3, dan mungkin ada yang sudah bergelar profesor. Kualitas keilmuan sangat banyak ditentukan oleh mereka.